Perawatan Baglog untuk Produksi Badan Buah Jamur
Kegiatan selama perawatan baglog di dalam rumah produksi meliputi
berbagi kegiatan sebagai berikut: penataan baglog pada rak, penyemprotan
baglog, pengendalian kondisi kelembaban dan suhu ruangan dan pemanenan
badan buah jamur.
1. Ruang / rumah perawatan baglog adalah bangunan (bisa berupa bangunan
temporer sederhana atau pun semi permanen. Bangunan yang baik untuk
ruang perawatan baglog adalah yang kondisi kelembaban dan suhunya
mudah dikendalikan. Sebaiknya suhu dijaga jangan melebihi 25 0 C dan
kelembabannya jangan kurang dari 70% tetapi juga jangan melebihi
90%. Selain itu ada aerasi yang cukup dan cahayanya cukup tetapi jangan
sampai cahaya matahari langsung terpapar pada ruangan.
2. Untuk daerah yang cuacanya panas misalnya Krawang, dianjurkan untuk
menggunakan karung goni sebagai alas penataan baglog. Penataan
baglog bisa dengan posisi berdiri yakni bagian yang ada ring menghadap
ke atas, atau posisi tidur dimana bagian yang ada ring menghadap ke luar
dari rak. Jika posisi ring menghadap ke luar rak berarti memudahkan
untuk melihat permukaan mulut baglog karena dari bagian itu biasanya
yang tumbuh badan buah jamur. Jika penataan baglog posisi miring
baglog bisa disusun lapis dua atau tiga, untuk mengefisienkan ruangan,
daya tampng ruang menjadi lebih banyak.
Untuk kawasan yang cuacanya kering, karung goni juga dianjurkan untuk
digunakan sebagai penutup permukaan tumpukan baglog. Kelak ketika
melakukan penyemprotan ruang dengan air maka karung goni akan tetap
basah sehingga mampu menjaga suhu baglog tetap dingin dan sekitar
permukaan baglog tetap lembab. Berapa kali melakukan penyemprotan
ruang perawatan baglog tergantung seperti apa cuaca lokasi ruang
perawatan. Untuk lokasi yang cuacanya kering, penyiraman lantai ruang
pearwatan lebih bisa mempertahankan kelembaban dari pada
penyemprotan di udara. Kesungguhan dalam belajar menangani kondisi
ruang perawatan baglog sangat dianjurkan untuk kelancaran usaha
budidaya jamur kuping.
3. Ketika badan buah jamur telah mulai terbentuk, penyemprotan langsung
mengenai badan buah dihindari. Pembasahan badan buah bisa
menyebabkan badan buah jamur cepat membusuk.
4. Jamur yang sudah mencapai ukuran standar dipetik. Pemetikan badan
buah janur kupingdengan mengikutkan bonggolnya. Tertinggalnya
bonggol jamur yang dipetik akan merupakan sumber pembusukan.
5. Baglog yang baru saja dilakukan pemetikan badan buah jamur, biarkan
selama 2 – 3 hari untuk tidak disemprot dengan air. Ketika permukaan
mulut baglog kering, pengerikan sedikit permukaan baglog dengan pisau
bisa memberi suasana hifa-hifa yang berada dibagian dalam baglog
tumbuh berkembang lebih baik.
6. Bersihkan badan buah jamur dari bonggol dengan menggunakan pisau
cutter. Badan buah jamur siap diolah atau dikemas. Selamat mencoba
sampai berhasil. Semoga upaya yang sungguh-sungguh tanpa putus asa
akhirnya akan menemukan keberhasilan yang besar.
Kamis, 09 Agustus 2012
Studi Kelayakan Produksi Kompos dari Limbah Peternakan Sapi
Studi Kelayakan
Produksi Kompos dari Limbah
Peternakan Sapi
Disusun
Oleh :
Ir. Muhammad Zakaria
Ir. Muhammad Zakaria
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pemerintah
akhir-akhir ini menganjurkan pemakaian pupuk kompos, karena terus
berlangsungnya proses degradasi lahan pertanian. Degradasi sumberdaya lahan
pertanian yang dihadapi terutama adalah menurunnya kesuburan fisik, kimia, dan
biologi tanah sebagai akibat dari penggunaan tanah yang over intensive, menurunnya
penggunaan pupuk organik, serta kurangnya penterapan usaha tani konservasi.
Gejala terjadinya tanah “lapar pupuk” yang menuntut penggunaan dosis lebih
tinggi untuk sekadar mempertahankan tingkat produktivitas yang dicapai. Hal ini
berkaitan dengan terkurasnya unsur-unsur hara mikro dan menurunnya kesuburan
tanah akibat semakin habisnya bahan-bahan organik. Perombakan bahan organic
pada lahan atau tanah di daerah tropis berlangsung jauh lebih cepat dibandingkan
dengan di daerah sub tropis, sehingga kandungan bahan umumnya rendah. Sebagai
contoh, kandungan C-organik tanah sawah Indonesia umumnya <0,5%, kandungan
yang di anggap baik adalah >1 %, serta ideal > 2,5-4 %.
Untuk
mengatasinya paling tidak setahun sekali lahan tersebut perlu mendapat tambahan
bahan organik. Kompos adalah sumber bahan organik yang paling dianjurkan karena
karena peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi
tanah, serta berperan juga dalam menjaga keseimbangan lingkungan. kompos yang
ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh
mikroorganisme tanah untuk menjadi humus atau bahan organik tanah. Fungsi
fisika lain dari penambahan kompos pada tanah adalah pengikat butiran primer
menjadi butiran sekunder tanah dalam pembentukan agregat yang mantap. Keadaan
ini besar pengaruhnya pada porositas, penyimpana dan penyerapan air, aerasi
tanah dan temperatur tanah. Meskipun secara kuantitatif kompos sedikit mengandung
unsur hara makro, tetapi penggunaan kompos dapat mencegah kahat unsure mikro
pada tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan
yang kurang berimbang, karena kompos akan meningkatkan Kapasitas Tukar Kation
(KTK) tanah, di samping akan membentuksenyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni
tanaman serta menurunkan penyediaan hara. Adapun fungsi biologis bahan organic pada
kompos adalah sumber energi mikroorganisme tanah sehingga dapat meningkatkan aktifitas
mikroorganisme tanah yang bermanfaat dalam penyediaan hara dan siklus hara
tanah.Rendahnya bahan organik bukan hanya di lahan kering, tetapi juga di lahan
sawah intensifikasi. Oleh karena itu saat ini, diduga penggunaan kompos di
lahan kering untuk komoditas sayuran cukup tinggi dan ketergantungan terhadap
kompos semakin meningkat. Hasil kajian empirik di lapangan misalnya, menunjukan
bahwa tingkat penggunaan kompos untuk padi pada lahan sawah di Kabupaten Klaten
dan Kediri berkisar antara 0,9-1,3 ton/ha, sedangkan untuk palawija berkisar
antara 1,0-1,5 ton/ha (Rachman et al., 2004). Sedangkan penggunaan kompos untuk
komoditas sayuran di Jawa Tengah dan Sumatera Utara masing masing bervariasi
antara 1,4-15,4 ton/ha (Saptana,et al., 2001).
Hasil
kajian Puslitbangnak pada komoditas bawang merah yang ditanam di lahan sawah di
Jawa Tengah menggunakan kompos antara 20-30 ton/ha. Penggunaan kompos pada
tanaman tebu dan tembakau di Jawa Tengah dan Jawa Timur berkisar antara 2,5-4,7
ton/ha (Saptana, et al., 2004).
Sosialisasi
manfaat penggunaan kompos akhir akhir ini banyak dilakukan oleh berbagai pihak termasuk
pemerintah, yaitu melalui program-program pelatihan dalam kerangka pelaksanaan pembangunan
pertanian, desiminasi melalui demplot-demplot, serta melalui penyuluhan, bimbingan,
advokasi dan pendampingan melalui berbagai kelompok tani. Sejak TA 2008, APBN
telah memberikan subsidi bagi 385.000 ton ( 2008) dan 450.000 ton ( 2009).
Dengan subsidi pemerintah melalui BUMN ( PT Pusri, PT Pertani - Persero, PT
Sang Hyang Seri dan PT. Petroganik) karena disadari pula bahwa penggunaan
kompos secara masal oleh masyarakat petani hanya akan dapat terwujud kalau
pengembangan kompos dilakukan melalui pendekatan industri dalam skala besar
seperti halnya pengembangan pupuk kimiawi atau anorganik. Hal tersebut membuka
kesempatan bagi usaha peternakan besar yang mengeluarkan limbah kotoran ternak
untuk dapat berperan di dalam upaya mencukupi kebutuhan pupuk organic secara
nasional.
Secara
teori limbah ternak sebanyak kurang lebih 20-30 ton merupakan potensi yang yang
besar untuk menghasilkan kompos. Dengan jumlah bahan sebesar 20-30 ton perhari,
akan menghasilkan kompos basah sebesar 10-18 ton, karena penyusutan volume
sebagai hasil proses pengomposan sebesar 50-60 %. Kompos basah sebesar 10-18
ton (kadar air 30-40%).
B. Tujuan Pengomposan dan Manfaat Kompos
Secara
umum, tujuan pengomposan adalah:
a.
Mengubah bahan organik yang
biodegradable seperti kotoran ternak menjadi bahan yang secara biologi bersifat
stabil dan demikian mengurangi volume dan massanya.
b.
Bila prosesnya pembuatan secara aerob,
maka proses ini akan membunuh bakteri pathogen telur serangga, dan
mikroorganisme lain yang tidak tahan pada temperature di atas temperature
normal.
c.
Memanfaatkan nutrient dalam buangan
kotoran ternak secara maksimal seperti nitrogen, phosphor, potassium.
d. Menghasilkan
kompos granul sebagai pupuk organik.
Beberapa
manfaat kompos dalam memperbaiki sifat tanah adalah:
- Memperkaya
unsure untuk tanaman
- Memperbesar daya ikat
tanah berpasir
- Memperbaiki struktur
tanah berlempung
- Mempertinggi
kemampuan menyimpan air
- Memperbaiki drinase
dan porositas tanah
- Menjaga suhu tanah
agar stabil
- Mempertinggi daya
ikat tanah terhadap unsur hara
- Dapat meningkatkan
efektifitas pupuk buatan.
C. Proses Pengomposan
Memahami
dengan baik proses pengomposan sangat penting untuk dapat membuat kompos dengan
kualitas baik. Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan
mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap,
yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen
dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh
mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian
pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di
atas 50-70˚C, dan akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif
pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu
tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat
aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan
menguraikan bahan organik menjadi bahan organik yang lebih sederhana dan
mengeluarkan CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah
terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini
terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus.
Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan.
Pengurangan ini dapat mencapai 50-60% dari volume/bobot awal bahan. Proses
pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik
(tidak ada oksigen).
Proses
yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan
oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga
terjadi tanpa menggunakan
oksigen
yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan selama proses
pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses aerobik akan menghasilkan
senyawa-senyawa seperti asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam
valerat, puttrecine, amonia.
Setiap
organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan
yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan
bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila
kondisinya
kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke
tempat lain, atau bahkan mati. Dengan demikian, menciptakan kondisi yang optimum
selama proses pengomposan adalah suatu hal sangat menentukan keberhasilan
proses pengomposan itu sendiri.
Faktorfaktor
yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
Rasio
C/N
Rasio
C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1.
Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk
sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup
C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi,
mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan
lambat.
Ukuran
Partikel
Aktivitas
mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas
akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi
akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar
bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan
memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi
Pengomposan
yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi
secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan
udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos.
Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila
aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau
yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau
mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Porositas
Porositas
adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan
mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga¬rongga ini akan diisi
oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan.
Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan
proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembaban
(Moisture content)
Kelembaban
memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolism mikroba dan secara
tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan
bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40
¬ 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah
40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada
kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, unsure hara akan
tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan
akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur
Panas
dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan
suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak
konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan
suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar
antara 30-60˚ menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih
tinggi dari 60˚ C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik
saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh
mikroba¬mikroba patogen tanaman dan benih¬benih gulma.
Keasaman
dan Kebasaan (pH)
Proses
pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses
pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara
6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada
bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara
temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi
amonia dari senyawa¬senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada
fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
Kandungan
hara
Kandungan
P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam
kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses
pengomposan.
Kandungan
bahan berbahaya
Beberapa
bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan
mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan
yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama
proses pengomposan.
Lama
pengomposan
Lama
waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode
pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator
pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai berbulan-bulan hingga kompos benar¬benar matang.
Kegiatan Proses
Produksi
1. Rencana
Kegiatan
Secara garis besar, seluruh kegiatan pengomposan
dilakukan dengan mesin, akan tetapi pemindahan dari satu tahap ke tahap lainnya
masih menggunakan tenaga manusia.
2. Luas Area
Proses Kegiatan
Proses
pengomposan dilakukan dengan metoda yang paling sederhana dan murah, yaitu cara
”windrow” yaitu ditumpuk memanjang, setiap tumpukan memuat kotoran ternak yang dikomposkan
sebanyak 50 ton. Dengan demikian, apabila tumpukan dibuat seperti bukit yang
memanjang, maka kira-kira lebar 2 meter, tinggi 1 meter dan panjang tumpukan kira-kira 25
meter, maka diperlukan 2 jalur tumpukan.
Apabila
proses pengomposan memerlukan waktu paling cepat 45 hari, diperlukan sebanyak
90 tumpukan untuk produksi kompos setiap hari, setelah hari ke 45. Dengan
demikian luasan yang dibutuhkan untuk seluruh proses pengomposan adalah 25
meter x 180 meter. Apabila jarak diantara tumpukan adalah masing masing 2 meter
(untuk pengangkutan kompos jadi dan kegiatan lainnya), maka lebar lahan
pengomposan menjadi 25 meter x 362 meter.
Lahan
untuk pengomposan sebaiknya di semen, tetapi untuk mengurangi biaya, dapat juga
pada tanah yang dikeraskan. Lahan dilengkapi dengan parit disekelilingnya,
untuk mencegah air cucian dari areal pengomposan (leaching) masuk ke badan air,
tanpa diolah terlebih dahulu.
Proses
pengomposan akan selesai pada hari ke 45. Volume kompos menyusut sampai dengan 50-60
%. Maka dalam 1 hari akan memproduksi
kompos jadi antara 20-25 ton. Kompos jadi diangin angin (curing) selama 1hari
dan dapat dikemas untuk didistribusikan kepada pengguna.
3.
Peralatan dan Bahan
A.
Peralatan
- Truk
pengangkut limbah ternak dan kompos jadi
- Mesin Steam
- Mesin
kompresor
- Penggilingan
(ginder), menghaluskan komposkering
- Mesin
pengayakan, untuk mengayak kompos yang sudah dikeringkan
- Mesin
pengemasan
- Drum untuk
menyemprotkan air dan aktifator pada proses pengomposan
- Cangkul dan sekop
- Sepatu boot
untuk pekerja
- Terpal
penutup
B. Bahan
- Kotoran ternak
- Aktivator
- karung
-
benang rami untuk menjahit karung
Uraian Kegiatan
Pengomposan
1.
Pengangkutan ke lokasi pengomposan
Pengangkutan
kompos dilakukan dengan truk ke areal proses pengomposan, dengan bantuan dump
truck atau gerobak dorong, karena limbah kotoran ternak yang akan di angkut
relatif besar, yaitu kurang lebih 50 ton setiap harinya.
2.
Proses Pengomposan
Proses
pengomposan dikerjakan pada areal lahan seluas 25 meter x 362 meter, pada tanah
yang dikeraskan. Pengomposan pada tanah di samping untuk mengurangi biaya, juga
akan akan menyeimbangkan temperatur proses secara alami. Sekeliling tumpukan dilengkapi
parit, untuk mencegah pencucian (leaching) mencemari badan air.
Limbah
ternak diangkut dengan dump truck atau gerobak dan ditumpuk memanjang dengan
lebar kurang lebih 2 meter dan tinggi kurang lebih 1 meter sepanjang 25 meter.
Setiap
tumpukan kurang lebih 50 ton dicampur dengan dolomit sebesar 1 ton (20 kg/ton)
untuk meningkat pH bahan, ditutup dengan terpal seperti terlihat pada gambar 3,
untuk mempertahankan suhu pengomposan, juga untuk mencegah tambahan air pada
saat hujan.
3. Aerasi dan Penyemprotan air
Mikroba
yang berperan dalam proses pengomposan adalah bersifat aerob sehingga memerlukan
udara dalam kehidupannya. Mereka memerlukan udara segar (oksigen) untuk tumbuh
dan berkembang biak. Menurut hasil riset, oksigen yang diperlukan dalam proses pengomposan
adalah sekitar 50 persen dari konsentrasi oksigen di udara. Aerasi dapat dilakukan
dengan cara sederhana, yaitu setiap tumpukan dibalik atau dipindahkan ketempat sebelahnya
yang telah disiapkan, seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
Cara
lain dapat dilakukan dengan memberikan udara dengan kompresor tekanan tinggi
melalui pipa yang terpasang di bawah tumpukan. Cara ini disebut dengan sistim
”aerated static pile”, relatif lebih murah karena tidak memerlukan alat berat untuk
mengaduknya. Tetapi cara ini banyak menimbulkan masalah, terutama apabila bahan
yang dikomposkan dalam jumlah besar. Karena pipa yang ditanam pada dasar proses
pengomposan sering tersumbat, sehingga akan meperlambat proses ketika
perbaikan.
Cara
yang ideal untuk aerasi tumpukan adalah dengan mesin khusus (windrow compost turner)
seperti yang terlihat pada gambar 6 di bawah ini. Tetapi mesin tersebut cukup
mahal, atau dapat digunakan Hand Tractor pertanian yang dimodifikasi.
4. Penirisan (curing)
Setelah
melalui semua tahapan proses pengomposan, dihasilkan kompos jadi dengan
ciri-ciri adalah:
1.
Warna; warna kompos biasanya coklat
kehitaman
2.
Aroma; kompos yang baik tidak
mengeluarkan aroma yang menyengat, tetapi mengeluarkan aroma lemah seperti bau
tanah atau bau humus hutan
3.
Apabila dipegang dan dikepal, kompos
akan menggumpal. Apabila ditekan dengan lunak, gumpalan kompos akan hancur
dengan mudah
Kompos
dibiarkan diangin-anginkan pada ruang beratap sehingga tidak kehujanan. Contoh tempat
untuk proses penirisan kompos terliahat pada gambar 13. Kadar air selama kuring
adalah 30-40 %
5. Pengayakan
Kompos
yang sudah kering kemudian diayak dengan ayakan 80 mesh atau 100 mesh. Sisa
bahan yang tidak lolos ayakan akan dipisahkan.
6.
Pengemasan
Langkah
berikutnya adalah pengemasan kompos. Ukuran kemasan bisa bermacam-macam. Kemasan-kemasan
kecil bisa berukurang 1 kg, 5 kg, atau 10 kg. Kemasan juga bisa menggunakan
karung dengan ukuran 25 - 30 kg. Kemasan biasanya terdiri dari dua bagian, bagian
luar dan bagian dalam (inner). Kemasan bagian luar diberi merek/nama/logo perusahaan.
Kompos yang telah dikemas ditaruh di gudang untuk didistribusikan.
Contoh
mesin pengemas.
Pustaka Rujukan
Gaur,
A.C., 1983, A Manual of Rural Composting FAO, United Nation Rome. Leslie
Coperband. 2002. The Art and Science of Composting, A resource for farmers and producers.
March 29, 2002. Center for Integrated Agricultur System, University of WisconsinMedison.
Mangan,
F., Barker, A., Bodine, S and Borten, P.,1998, Compost Use and Soil Fertility,Boston,
pp 129.
Rahman,
H.P.S., Supriyati, B., Saptana, S., dan Rachman, B., 2004, Efisiensi dan Daya Saing
Usaha tani Hortikultura. Prosiding: Efisiensi dan Daya Saing Sistim Usaha Tani
Beberapa Komoditas Pertanian di Lahan Swah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian, Bogor
R.
J. Holmer. 2002. Basic Principles for Composting of Biodegradable Household
Waste. Paper presented at the Urban Vegetable Gardening Seminar, Sundayag Sa
Ami hanang Mindanao Trade Expo, Cagayan de Oro City, Philiphines, August 30,
2002
Saptana,
S., Sumaryanto, Sirega,M., Mayrowani, H., Sadikin, I., dan Friyatno, S., 2001, Dimensi
Sosial Ekonomi Pertanahan di Indonesia: Implikasinya terhadap Pebaharuan
Agraria, Makalah Disampaikan dalam Rangka Ekspose Badan Litbang Pertanian.
Pusat Penelitian Sosial Economi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Bogor.
Saptana,
S., Friyatno, dan Purwantini, T.B., 2004, Efisiensi dan Daya Saing Usaha Tani Tebu
dan Tembakau di Jawa Timur dan Jawa Tengah, Prosiding: Efisiensi dan Daya Saing
SistimUsaha Tani Beberapa Komoditas Pertanian di Lahan Sawah, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
Simamora,
Suhut & Salundik, 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Meningkatkan Kualitas
Kompos. Kiat Menggatasi Permasalahan Praktis. Agromedia Pustaka The Composting
Association. 2001. Large Scale Composting Resources. Januari 2001. http://www.compost.org.uk
Senin, 06 Agustus 2012
PUPUK ORGANIK HAYATI CAIR
BioSurePlus
BioSureplus adalah pupuk
organik cair yang diperkaya dengan mikroorganisme tanah yang unggul, bermanfaat
untuk meningkatkan kesuburan tanah sebagai hasil proses biokimia tanah sel-sel hidup atau sel laten. Mikroorganisme
tanah yang ditambahkan pada popuk organik cair adalah :
1. Azotobacter sp. Berfungsi
untuk melindungi atau menyelimuti hormon tumbuh dan juga berfungsi sebagai
mikroba penambat N (nitrogen) dari udara bebas.
2. Azoospirilium sr. Berfungsi
sebagai penambat N (Nitrogen) dari udara bebas untuk diserap oleh tanaman.
3. Mikroba Selulolitik. Menghasilkan
enzim selulose yang berguna dalam proses pembusukan bahan organik.
4. Mikroba Pelarut Fosfat. Berfungsi
untuk melarutkan fosfat yang terikat dalam mineral tanah menjadi senyawa yang
mudah diserap oleh tanaman, selain itu dapat membantu proses dekomposisi.
5. Pseudomonas sp. Dapat
menghasilkan enzim pengurai yang disebut lignin dan berfungsi juga untuk
memecah mata rantai dari zat-zat kimia yang tidak dapat terurai oleh mikroba
lainnya.
6. Lactobacillius sp. Berfungsi untuk
membantu proses fermentasi bahan organik menjadi senyawa – senyawa asam laktat
yang dapat diserap tanaman.
Manfaat penambahan
bioSureplus yang utama adalah memperbaiki sifat kimia, fisika, dan biologi
tanah sehingga struktur dan tekstur tanah menjadi serasi dan sehat, yang
berarti dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman.
·
Dirancang
untuk menetralisir atau mengurai faktor penghambat yang menyebabkan unsur hara
yang terikat, sehingga perimbangan unsur hara tanah bersifat makro dan mikro
tersedia lebih sempurna.
·
Bertujuan
untuk meningkatkan kinerja enzim dan aktivitas mikroorganisme tanah yang
menguntungkan untuk penyuburan tanah dan tanaman. Proses fotosintesa pada
tanaman menjadi meningkat, sehingga bulir/benih/umbi/buah lebih padat berisi.
·
Hemat
penggunaan pupuk kimia hingga 50% sehingga dapat mengurangi biaya pembelian
pupuk. Meningkatkan produksi sekaligus mutu hasil pertanian.
· Ramah lingkungan, dapat menguraikan sisa pestisida yang
jatuh di tanah. Kandungan bahan organik yang tidak meninggalkan residu.
Kesuburan lahan pertanian selalu terjaga.
CARA PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK HAYATI
A.
Aplikasi Langsung
- Larutkan 1 liter BioSureplus ke dalam 10 Liter air. Aduk hingga merata.
- Siram/semprotkan secara merata larutan ke tanah yang sudah diberi pupuk kimia dengan dosis yang dikurangi dari biasanya.
B. Aplikasi Tidak Langsung
- Masukkan 10 liter BioSurplus ke dalam drum ukuran 100. Aduk sampai merata. Tambahkan gula pasir/merah/tetes tebu (molase) sebanyak 5 - 10% dari total volume air yg akan diisi (Liter).
- Aduk selama 10 menit. Kemudian diamkan selama 5 malam.
- Setelah 5 hari,paginya, siramkan/semprotkan larutan aktif secara merata ke tanah.
PETUNJUK
PEMUPUKAN
Jenis Tanaman
|
Umur Tanaman
|
Aplikasi
|
Frekuensi
|
Sayuran
Kangkung, Bayam, Pakcoy, Sawi dll |
1 mgg
|
Persiapan
tanah
Persemaian Setelah penanaman |
1 X
1 X
4 X Setiap 2-5 hari |
Pangan
& Hortikultura
Padi, Jagung, Kentang, Wortel, Bawang, Kol, Tomat, Cabai, Kacang Panjang, Buncis, dll |
3 mgg
|
Persiapan
tanah
Persemaian
Setelah penanaman |
1 X
1-2 X min 2 X Setiap 5 hari |
Tanaman
Hias
Anggrek, Anturium |
|
|
Setiap
5 hari
|
Perkebunan
Kelapa Sawit, Coklat, Kopi, Tebu, Karet, Mangga, Durian |
Tahunan
|
Persiapan
tanah
Persemaian
Setelah
penanaman
|
1 X
10-20 hari sekali
1 X Setiap 30 hari
|
Perhatian :
- Sebaiknya penyiraman dilakukan pada pagi hari (pukul 06.00 - 09.00) atau sore hari (pukul 16.00 - 18.00).
- Hindari penyemprotan saat udara panas/terik matahari.
- Jangan dicampur dengan pupuk dan pestisida kimia. Sebaiknya penyemprotan pupuk dan pestisida kimia dilakukan 2 - 3 hari sebelum atau sesudah penyeprotan BioSureplus
- Takaran 1 sendok makan = 5 Gram untuk 1-1.5 liter air.
Langganan:
Postingan (Atom)